Sudut kota mendengkur
Pagi dingin selepas malam syair
Tadi sebelum tidur aku bermimpi
Menemu merah delima di jalan aorta
Mengenai degup yang kau hujamkan di dadaku
Kini akarnya sampai ulu hati
Sempat sudah usia
Kegagapan jadi santapan
Di jantungku bersama debu dan jalanan
Dalam bus antar kota
Juga seorang kawan
Perbincangan ini sepertinya aliran darahku
Mengejang di sela kenangan yang kita singkap
Sembari bertafakkur merajut mimpi dalam bangun
Sabtu, 03 September 2011
Kamis, 09 Juni 2011
Ijiknak Aku Membunuhmu
Beri aku pisau
Beri aku pisau
-Segenggam logam aku pinjam
Dari sakit yang paling dalam-
Beri aku pisau
-Segenggam logam aku pinjam
Dari sakit yang paling dalam-
Bulan Sabit
Malam menerpa jogjakarta
Matahari
Semburat kuning di atapatap
Bohlam putih mengganti cahaya
Aku di bawah beranda
Amboi...
Bulan sabit
Bulan sabit
Seperti matamu yang sipit
Matahari
Semburat kuning di atapatap
Bohlam putih mengganti cahaya
Aku di bawah beranda
Amboi...
Bulan sabit
Bulan sabit
Seperti matamu yang sipit
Senin, 23 Mei 2011
Jarah
Jarah
Aku merindu kota sepi
Tat kala waktu
Datang seperti kereta
Lurus arus maju
Hanya kita berdua
Di seberang Rel berusia ratusan
Bantalanya adalah tubuh-tubuh orang tua kita
Sudah waktu berlari puluhan kilometer per jam
Bau anyir darah masih serupa
Aku merindu kota sepi
Gadis –gadis berdandan menor
Menawar diri
Kota
Sepi
Dimana kau kini?
Aku cari samapi lubang semut
Oh..kota sepi
Aku merindumu
Aku merindu kota sepi
Tat kala waktu
Datang seperti kereta
Lurus arus maju
Hanya kita berdua
Di seberang Rel berusia ratusan
Bantalanya adalah tubuh-tubuh orang tua kita
Sudah waktu berlari puluhan kilometer per jam
Bau anyir darah masih serupa
Aku merindu kota sepi
Gadis –gadis berdandan menor
Menawar diri
Kota
Sepi
Dimana kau kini?
Aku cari samapi lubang semut
Oh..kota sepi
Aku merindumu
Kamis, 28 April 2011
Selasa, 29 Maret 2011
Soe Hok Gie dan Sastra
Berbicara tentang Soe Hok Gie tentu tidak bisa meninggalkan sastra.walau pun saat ini karya sastra Gie, yang kebanyakan puisi tidak menjadi ukuran dunia satra Indonesia. Gie dalam karyanya yang lain pun, entah itu esay, artikel atau opini umum hampir selalu menggunakan bahasa sastra. bagi saya ini merupakan taktik sikologis untuk bagaaimana pembaca tulisan Gie menjadi "kerasan" dan "terngiang" dan tentu saja amanat dalam tulisan tersebut masuk sampai sanubari pembaca tulisan Gie.
Gie dengan puisinya selalu menarik untuk di perbincangkan. Berkobar, halus dan dalam itu kesan pertama yang saya dapatkan ketika membaca tiga puis gie. berikut ini puisinya
Sebuah Tanya
Akhirnya semua akan tiba
Pada hari yang biasa
Pada suatu ketika
Yang tak pernah kita ketahui
Apakah kau masih selembut dahulu
Memintaku meminum susu dan tidur lelap
Sambil mebenarkan leher kemejaku
Kabut tipis pun turun pelanpelan di lembah kasi
Lembah mandala wangi
Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan yang mulai suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin
Apakah kau masih membelaiku seperti dulu
Ketika ku dekap kau dekap lebih mesra
Lebih dekap
Apakah kau masih berkata
Ku dengar detak jantungmu
Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam cinta
Hari pun menjadi malam
Wajahwajah mulai muram
Wajahwajah yang tidak kita kenal
Berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti
Seperti kabut pagi itu
Karena kemanusiaan
Aku tak tau mengapa
Aku merasa melankoli mala mini
Aku melihat lampulampu kerucut
Dan lalu lintas Jakarta dengan warnawarna baru
Seolah-olah semuanya di terjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan
Semuanya terasa mesra
Tapi kosong
Seolah-olah aku merasa diriku yang lepas
Dan bayangbayang menjadi puitis sekali di jalanjalan
Perasaan yang amat kuat menguasaiku aku ingin memberikan rasa cinta kepada manusia.
Tentang Tujuan
Ada orang yang menghabiskan waktunya di mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya di miraza
Tapi aku ingin menghabiskan waktuku di sisimu sayangku
Bicara tentang anjinganjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bungabunga yang manis di lembah mandala wangi
Ada serdaduserdadu amerika yang mati kena bom di danau
Ada bayibayi yang lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati disisimu manisku
Setelah kita bosan hidup dan bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang satu setanpun tak tahu
Mari sini sayangku
Kalian yang pernah mesra
Yang pernah baik padaku
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung
Kita tak pernah menanam apa-apa
Kita tak pernah kehilangan apa-apa
Gie dengan puisinya selalu menarik untuk di perbincangkan. Berkobar, halus dan dalam itu kesan pertama yang saya dapatkan ketika membaca tiga puis gie. berikut ini puisinya
Sebuah Tanya
Akhirnya semua akan tiba
Pada hari yang biasa
Pada suatu ketika
Yang tak pernah kita ketahui
Apakah kau masih selembut dahulu
Memintaku meminum susu dan tidur lelap
Sambil mebenarkan leher kemejaku
Kabut tipis pun turun pelanpelan di lembah kasi
Lembah mandala wangi
Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan yang mulai suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin
Apakah kau masih membelaiku seperti dulu
Ketika ku dekap kau dekap lebih mesra
Lebih dekap
Apakah kau masih berkata
Ku dengar detak jantungmu
Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam cinta
Hari pun menjadi malam
Wajahwajah mulai muram
Wajahwajah yang tidak kita kenal
Berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti
Seperti kabut pagi itu
Karena kemanusiaan
Aku tak tau mengapa
Aku merasa melankoli mala mini
Aku melihat lampulampu kerucut
Dan lalu lintas Jakarta dengan warnawarna baru
Seolah-olah semuanya di terjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan
Semuanya terasa mesra
Tapi kosong
Seolah-olah aku merasa diriku yang lepas
Dan bayangbayang menjadi puitis sekali di jalanjalan
Perasaan yang amat kuat menguasaiku aku ingin memberikan rasa cinta kepada manusia.
Tentang Tujuan
Ada orang yang menghabiskan waktunya di mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya di miraza
Tapi aku ingin menghabiskan waktuku di sisimu sayangku
Bicara tentang anjinganjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bungabunga yang manis di lembah mandala wangi
Ada serdaduserdadu amerika yang mati kena bom di danau
Ada bayibayi yang lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati disisimu manisku
Setelah kita bosan hidup dan bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang satu setanpun tak tahu
Mari sini sayangku
Kalian yang pernah mesra
Yang pernah baik padaku
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung
Kita tak pernah menanam apa-apa
Kita tak pernah kehilangan apa-apa
Label:
Gie,
Matahun Wirhabumi,
Pergerakan mahasiswa indonesia,
sastra,
UI
Minggu, 06 Maret 2011
Akhir bulan delapan
Sudah dua malam aku mengkutuki diri sendiri
Bulan tetap di utara dengan senyum mengejek
Dan gerimis mengancam dengan ujungujung runcing
Menengok anak kecil pengemis stasiun kota
Sore kemarin
Kenapa harus ada tanggal tua?
Kenapa gaji di berikan awal bulan?
Dan kenapa tiap tanggal tigapuluh
Aku slalu tidak punya duit
lalu mengutuki diri sendiri seraya berdo’a
Tuhan jika memang Engkau ada
Matikan anak itu
Lahirkan kembali sebagai orang layak
Bulan tetap di utara dengan senyum mengejek
Dan gerimis mengancam dengan ujungujung runcing
Menengok anak kecil pengemis stasiun kota
Sore kemarin
Kenapa harus ada tanggal tua?
Kenapa gaji di berikan awal bulan?
Dan kenapa tiap tanggal tigapuluh
Aku slalu tidak punya duit
lalu mengutuki diri sendiri seraya berdo’a
Tuhan jika memang Engkau ada
Matikan anak itu
Lahirkan kembali sebagai orang layak
Bulan Pecah di Jogjakarta
Bulan pecah di jogjakarta
Serpihannya serupa perak
mutiara muncul di pipimu yang santun
Setelah aku sampaikan maksutku
“pertemuan ini sebagai prasasti, aku akan meninggalkan tanah air selamanya”
Dan mutiara di pipimu mengalir serupa anak sungai sehabis hujan
Ingin aku mengambil wadah dan meneduhkannya di rindang pohon akasia
Seberang jalan.
Tangismu pecah
Menelan kesunyian jogja
Depan balai kota
Dan senin tibatiba saja menjadi selasa
Engkau mengelabui waktu
Menjadikan ruangruang basah
Dan aku besok tetap pergi
Serpihannya serupa perak
mutiara muncul di pipimu yang santun
Setelah aku sampaikan maksutku
“pertemuan ini sebagai prasasti, aku akan meninggalkan tanah air selamanya”
Dan mutiara di pipimu mengalir serupa anak sungai sehabis hujan
Ingin aku mengambil wadah dan meneduhkannya di rindang pohon akasia
Seberang jalan.
Tangismu pecah
Menelan kesunyian jogja
Depan balai kota
Dan senin tibatiba saja menjadi selasa
Engkau mengelabui waktu
Menjadikan ruangruang basah
Dan aku besok tetap pergi
Minggu, 20 Februari 2011
Apakah Cinta Kita Utuh
-di balik remang malam
Di naungi hujan sayang
Aku bersamamu dalam bentuk lain
Walau hari ini kita tak pernah satu ruang
Aku bersamamu sayang
Lalu di malam ini apakah cinta kita utuh setelah aku bagi dengan Tuhan.
Sayang sembari menghitung rintik fikirkanlah cinta kita, cinta yang tersekat dinding tebal bernama agama. Dinding yang berdiri kokoh atas nama norma dan susila.
Sayang sanggupkah engkau dan aku merobohkan bangunan kemunafikan, bahwa kita memang saling mencintai?
Sayang benarkah kebersamaan kita adalah ruang, waktu yang padu?
Sayang apakah cinta kita utuh?
Di naungi hujan sayang
Aku bersamamu dalam bentuk lain
Walau hari ini kita tak pernah satu ruang
Aku bersamamu sayang
Lalu di malam ini apakah cinta kita utuh setelah aku bagi dengan Tuhan.
Sayang sembari menghitung rintik fikirkanlah cinta kita, cinta yang tersekat dinding tebal bernama agama. Dinding yang berdiri kokoh atas nama norma dan susila.
Sayang sanggupkah engkau dan aku merobohkan bangunan kemunafikan, bahwa kita memang saling mencintai?
Sayang benarkah kebersamaan kita adalah ruang, waktu yang padu?
Sayang apakah cinta kita utuh?
Mengenai cinta kita yang larut
Di semacam biasa pada senja yang selalu bersahabat dengan kita. Engkau mulai meyuguhiku dengan obrolan yang mulai menjadi cemilan wajib seiring kopi engkau tuangkan di gelasku yang tetap. Ritual keseharian sekedar pelepas penat setelah seharian bertemu denganmu hanya menjadi semacam percakapan telepon. Yah kita memang orang-orang sibuk dengan aktifitas padat dan kenapa aku selalu menyukai itu. Aku pikir dari pada bertemu denganmu di tiap detik lalu tentu saja timbul obrolan tidak penting dimana justru selalu memancing perbedaan di antar kita, ujung-ujungnya juga pertengkaran yang menjadi damai di ranjang. Aku suka kita menjadi orang sibuk saja.
Sore dengan kopi dan cemilan rasanrasan membuatku memahamimu sebagai rumusrumus einstin yang konstan, tidak berubah. Seingatku kita menjadi semacam ini semenjak aku pertama kali mengatakan bahawa engkau lah hatiku yang hilang, waktu kita tujuh belas tahun dulu dulu. Waktu dimana kita dikucilkan oleh jarak orang tua dan dunia remaja kita, cinta kita ingusan kata bapakmu dulu yang sekarang menjadi bapakku juga, hehehe. Aku juga masih ingat cinta ingusan kita justru terasa lebih rapi mirip susunan rak-rak buku di kamarku yang kau tata sedemikian rupa dari pada cinta kita sekarang. Dulu kita bisa dengan begitu saja menggantungkan citacita di atap rumah lamunan, namanya juga cinta ingusan
Mengenai cinta kita yang larut dimana apa saja menjadi sunyi di mata kita. Dan rindu yang tak lagi berjarak membuatku dapat menafsirmu sebagai apa saja. Kadang sebagai ibu, anak, istri kadang juga sebagai gelas kosong yang tertiup angin jatuh dan menimbulkan kegaduhan luar biasa sampai-sampai buah hati kita terbangun dan merengek minta tetek. Begitulah cinta kita yang larut oleh waktu, jarak dan terpenggal oleh ruangruang impian dan keabadian
Sore dengan kopi dan cemilan rasanrasan membuatku memahamimu sebagai rumusrumus einstin yang konstan, tidak berubah. Seingatku kita menjadi semacam ini semenjak aku pertama kali mengatakan bahawa engkau lah hatiku yang hilang, waktu kita tujuh belas tahun dulu dulu. Waktu dimana kita dikucilkan oleh jarak orang tua dan dunia remaja kita, cinta kita ingusan kata bapakmu dulu yang sekarang menjadi bapakku juga, hehehe. Aku juga masih ingat cinta ingusan kita justru terasa lebih rapi mirip susunan rak-rak buku di kamarku yang kau tata sedemikian rupa dari pada cinta kita sekarang. Dulu kita bisa dengan begitu saja menggantungkan citacita di atap rumah lamunan, namanya juga cinta ingusan
Mengenai cinta kita yang larut dimana apa saja menjadi sunyi di mata kita. Dan rindu yang tak lagi berjarak membuatku dapat menafsirmu sebagai apa saja. Kadang sebagai ibu, anak, istri kadang juga sebagai gelas kosong yang tertiup angin jatuh dan menimbulkan kegaduhan luar biasa sampai-sampai buah hati kita terbangun dan merengek minta tetek. Begitulah cinta kita yang larut oleh waktu, jarak dan terpenggal oleh ruangruang impian dan keabadian
Jumat, 21 Januari 2011
Lakilaki Rahim Ibu
Di ruangruang tak beratap
Aku letakkan keniscayaan
Tentang hujan yang aku ukir atas namamu
Dan tanahtanah kering yang hampir putus asa
Lalu lampulampu jalan mulai padam
Isyarat pagi sudah datang
Dan tetap saja hujan yang aku ukir atas namamu
Meninggalkan jejak kerinduan
Aku bersajak
sebagai
lakilaki
lahir dari rahim ibu
Aku letakkan keniscayaan
Tentang hujan yang aku ukir atas namamu
Dan tanahtanah kering yang hampir putus asa
Lalu lampulampu jalan mulai padam
Isyarat pagi sudah datang
Dan tetap saja hujan yang aku ukir atas namamu
Meninggalkan jejak kerinduan
Aku bersajak
sebagai
lakilaki
lahir dari rahim ibu
Teruntuk Adinda
lamatlamat perasaanku meruncing
berkehendak menikam kesabaran
rembulan menjadi perak lalu tangismu mencekam keheningan
lamatlamat perasaanku menumpul memupuk kesabaran
angin
laut
rintik
badai
menerjemahkan luka
menusuk ulu hati
di rendarenda kerudung tanda hijab yang kau kenakan tadi malam aku menaruh pesan "besok pagipagi sekali pergilah ke kebun belakang rumah, petikan aku beberapa kuntum melati agar bisa selalu menghadirkanmu dalam tiap sepi"
lalu di bilah masih rindu yang biasa kita tiduri, seekor kucing melirik padaku dan berkata "berangkatlah tidur esok pagi masih ada hari". seterusnyadi garis kertas tulisaku mengeja namamu dengan enam huruf kapitalbesarbesar lampu padam. Pada hari yang lain di selasela rindu padamu malam ini.aku selipkan doadoa masa tua, tentang tanah sebidang dan rumah sederhana
Lalu namamu memenggal sepi, penyakit yang aku derita dua tahun ini.
berkehendak menikam kesabaran
rembulan menjadi perak lalu tangismu mencekam keheningan
lamatlamat perasaanku menumpul memupuk kesabaran
angin
laut
rintik
badai
menerjemahkan luka
menusuk ulu hati
di rendarenda kerudung tanda hijab yang kau kenakan tadi malam aku menaruh pesan "besok pagipagi sekali pergilah ke kebun belakang rumah, petikan aku beberapa kuntum melati agar bisa selalu menghadirkanmu dalam tiap sepi"
lalu di bilah masih rindu yang biasa kita tiduri, seekor kucing melirik padaku dan berkata "berangkatlah tidur esok pagi masih ada hari". seterusnyadi garis kertas tulisaku mengeja namamu dengan enam huruf kapitalbesarbesar lampu padam. Pada hari yang lain di selasela rindu padamu malam ini.aku selipkan doadoa masa tua, tentang tanah sebidang dan rumah sederhana
Lalu namamu memenggal sepi, penyakit yang aku derita dua tahun ini.
Langganan:
Postingan (Atom)