Tiga yang Sakral
Bulan ke tiga tahun ini
Minggu ke sekian perjamuan kita
Walau hampir tampa kata
Dalam naungan hujan
yang sudah lagi tak di hendaki
kita lantunkan puisi-puisi tentang hati
Rindu ke Tiga
di balut sedikit grimis yang kismis
rinduku tumbuh subur dalam relung cintamu
haiku
haiku
langkah tangan bersamamu
haiku haiku
Tiga Lembayun
akan aku wakilkan pada tiga
biar sekian waktu tak lagi mengkaku
larik buih hasil persetubuhan kata kita
akan segera menjadi ombak asa
menerpa karang haling
menyisir pasir kehidupan
tiga lembayun
masih pada senja
cukup aku kamu dan Dia
Minggu, 21 Februari 2010
Kamis, 11 Februari 2010
Berpuisilah Tuan dan Nonya
Makin hari makin puisi
Tuan dan nyonya
Berpuisilah hati
Kepala
Lidah
Dan kaki
Tapi hati tetap sakti
Tuan dan nyonya
Tentang jalanan yang selalu rusak
Tentang nasi aking yang terlampau sering jadi usapan
Makin hari makin puisi
Tuan dan nyonya
Berpuisilah hati
Kepala
Lidah
Dan kaki
Tapi hati tetap sakti
Tuan dan nyonya
Tentang jalanan yang selalu rusak
Tentang nasi aking yang terlampau sering jadi usapan
Makin hari makin puisi
Rabu, 03 Februari 2010
Bualan Hujan Pada Aspal
Hujan tak lagi memangkuku diatas pelaminnya,
sebab angin mengusir beberapa jejaknya.
kini bumi ku menangis merindu rintik ramu
rintik yang biasa menjadi penghibur di kala gersang ialalang
sebagai pengusir sembab purau radang
Hujan
Jika kini kau bisa merintik lagi menghibur bumi
Mangkuk rinduku akan segera terisi sesak embun kalbu
Biar basah bibir-bibirnya
Hujan
Jikalah tidak
Cukuplah mendung penghiburanku mampir sekedar sapa ramu
Menengok bungkuk mangkuk rindu
Menyajikan angin sendu
Agar detik hari tak lagi kaku
sebab angin mengusir beberapa jejaknya.
kini bumi ku menangis merindu rintik ramu
rintik yang biasa menjadi penghibur di kala gersang ialalang
sebagai pengusir sembab purau radang
Hujan
Jika kini kau bisa merintik lagi menghibur bumi
Mangkuk rinduku akan segera terisi sesak embun kalbu
Biar basah bibir-bibirnya
Hujan
Jikalah tidak
Cukuplah mendung penghiburanku mampir sekedar sapa ramu
Menengok bungkuk mangkuk rindu
Menyajikan angin sendu
Agar detik hari tak lagi kaku
Semayam Mantra Sang Tukang
masa dan seongok ruang yang aku tinggalkan.
menyisakan buih hitam menggiring pelipis kananku ke tepi jurang pembaharuan
Pisau-pisaumu yang berlumur darahku dan darah kawanku kini suci di cuci pujian.Padahal bekas luka sekujur hasratku dan kawanku masih masih terbenam dalam,kalo mereka bisa berteriak kau pasti akan terusik diantar tidur dan hidupmu.
Hai Bangsa T
Puluh puih keringatku tercurah diantara pencakar langitmu
Regangan otot bisepku terselip dalam susunan bata merahmu
camkan dan dengarkan
Hujatan-hujatan dalam kepala kami kini telah sampai pada kepal kiri kami
sampai nanti kaki kami melangkah,akan kami cerabut kembali hak-hak rampasanmu dalam perang silat lidahmu
menyisakan buih hitam menggiring pelipis kananku ke tepi jurang pembaharuan
Pisau-pisaumu yang berlumur darahku dan darah kawanku kini suci di cuci pujian.Padahal bekas luka sekujur hasratku dan kawanku masih masih terbenam dalam,kalo mereka bisa berteriak kau pasti akan terusik diantar tidur dan hidupmu.
Hai Bangsa T
Puluh puih keringatku tercurah diantara pencakar langitmu
Regangan otot bisepku terselip dalam susunan bata merahmu
camkan dan dengarkan
Hujatan-hujatan dalam kepala kami kini telah sampai pada kepal kiri kami
sampai nanti kaki kami melangkah,akan kami cerabut kembali hak-hak rampasanmu dalam perang silat lidahmu
Langganan:
Postingan (Atom)