Senin, 25 Januari 2010

Bualan Hujan Pada Aspal

Hujan tak lagi memangkuku diatas pelaminnya,
sebab angin mengusir beberapa jejaknya.
kini bumi ku menangis merindu rintik ramu
rintik yang biasa menjadi penghibur di kala gersang ialalang
sebagai pengusir sembab purau radang

Hujan
Jika kini kau bisa merintik lagi menghibur bumi
Mangkuk rinduku akan segera terisi sesak embun kalbu
Biar basah bibir-bibirnya

Hujan
Jikalah tidak
Cukuplah mendung penghiburanku mampir sekedar sapa ramu
Menengok bungkuk mangkuk rindu
Menyajikan angin sendu
Agar detik hari tak lagi kaku

Senin, 11 Januari 2010

Senandung Angka

Delapan tiga puluh aku kembali berjumpa,tetap dengan empat puluh delapan pasang mata,tapi dengan angan yang tidak sama.sedangkan daun jendela tampak bertambah sedikit.kali ini bukan lagi nyanyian jati diri lagi,hanya seongok daging yang lebih mirip kepala,mencoba lepas dari ikatan dunia.dan bukan sendangkep yang ku tangkap,melainkan gerakan tangan-tangan liar sebagai penghibuaran atas ketertindasan

Bangku Setengah Lingkaran

Kembali lagi musim kami setelah beberapa saat tak bersua karena waktu berujar “kalian harus pulang”. Kami kira setengah itu sudah penuh karena kontaminasi ideology,tapi kau tetap setia dengan kami. Kalau pun setengah itu mati,mau kemana kami.
Konsistensimu akan kami imbangi dengan eksistensi kami,semoga setengah lingkaranmu tetap utuh sampai anak cucu kami
Jogjakarta, 18 oktober 2009

Malam Seberang Tugu

tegar kau berdiri disamping tugu,ditemani kemuningnya lampu .sendiri lagi kau suarakan hak kaum sayak.kawan kau disitu lantang mengoyak nurani,sedang aku hanya menikmati tenangnya suara birokrasi.gemuruh dinding etalase seakan tertawa diatas ketertindasan,buruh bergeruyung dimakan kapitalisme.dan 5 orang bersama engkau hanya bisa diam tak berlaku tangan,berusaha menikmati kopi angkringan pojok walau hanya sebentar.